Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sebuah Pertanyaan Hidup

Coba tanya pada dirimu. Jadi kehidupan seperti apa yang kamu harapkan? Sebenarnya apa yang kamu cari? Kesenangan? Penghargaan orang lain? Kepuasan? Gengsi? Mengejar cita-cita katamu? Lalu upaya apa yang sudah kamu lakukan? Apa benar kamu melakukannya? Atau hanya di angan saja. Jangan sampai kamu berjalan tanpa tujuan. Apa kamu berjalan pada mimpimu? Apa benar kamu menginginkannya? Ataukah kamu hanya mengikuti arus? Ataukah hanya demi menyenangkan orang lain? Ini semua demi kebutuhan katamu. Lalu kau turuti semua. Yang tak kau suka. Seakan tiada pilihan lain. Terseok-seok meringis untuk bertahan. Kamu ketakutan. Terbelenggu di zona nyaman. Jadi hidup ini punya siapa sebenarnya? Ketahuilah, kamu tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Bahkan ketika kamu bahagia, apa benar mereka semua ikut bahagia?  Bahkan ketika kamu bersedih, apa benar mereka berada bersamamu? Tidak usah menjelaskan dirimu. Apalagi menjadi palsu. Karena sahabatmu tidak butuh itu, karena 'merek

Spotlight: Ketika Media Mengungkap Kebenaran

Gambar
Source Pict: thinktheology.co.uk Film Spotlight  merupakan film yang menyorot kisah di balik investigasi sekelompok jurnalis dalam membongkar skandal pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi di lingkungan gereja Katolik kota Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Hasil penyelidikan ini sendiri dimuat dalam harian  The Boston Globe   tahun 2002.  Rubrik dengan tema tersebut berhasil memenangkan  Pulitzer Prize penghargaan bergengsi untuk karya tulis jurnalistik dan literatur. Kemudian Tom McCarthy bersama Josh Singer menjadikan kasus tersebut materi pokok dalam film yang diberi judul yang sama dengan nama rubriknya yaitu Spotlight. Dalam film ini diceritakan, awal di selidikinya kasus pelecehan seksual ini bermula ketika editor baru asal Miami bergabung dengan Tim Spotlight di koran The Boston Globe, Marty Baron (Liev Schreiber). Sang editor baru, mempertanyakan mengenai kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pendeta John Geoghan di kolom Eileen McNama

Sarkasme Kehidupan Masa Kini

Orang-orang yang berjalan itu, Terlihat mata yang tajam dari mata mereka Entah kemana mereka akan pergi Mungkin berjalan mengikuti mimpi Atau mungkin berenang mengikuti arus Orang-orang yang duduk bersuka ria itu, Dengan cerianya mencaci orang-orang yang berjalan Dengan bangga memakai topengnya Mengomentari segala hal yang ada Padahal mereka memiliki cerita yang sama Orang-orang yang sedang bermain ponsel itu, Mengunggah foto tas termahalnya Memberi tanda lokasi di tempat berkelas Berpura-pura bahagia dalam keberadaan Namun bersembunyi dalam kesepian Orang-orang yang sedang bercengkrama itu, Tertawa dengan senyum lebarnya Menertawai kekurangan orang lain Merasa pantas melakukannya Seolah-olah ia diatas segalanya Melihat itu semua aku menjadi dilema Apakah aku sedang menonton drama satir kehidupan? Apakah aku seorang seorang aktor juga? Miris, mengiris, mengikis, meringis! Kemudian aku berdiri mematung, Memperhatikan sekitar dengan ketidakmen

Kebangkitan Musik Indie Indonesia

Gambar
Sumber: jurnalberita.com Perkembangan musik di Indonesia yang tumbuh subur menjadikan musik bukan hanya sebagai hiburan saja namun sebagai sebuah komoditas untuk meraup keuntungan. Banyaknya penikmat musik di Indonesia menjadi ladang yang subur untuk menginvestasikan karya bermusik bagi para kreatornya. Penyanyi, grup, trio, dan band bermunculan mewarnai belantika musik Indonesia. Mereka berkembang menjadi idola, membentuk grup fans melalui produk media seperti televisi, radio, majalah, internet, dll. Namun ternyata di balik keberhasilan band/penyanyi ini, terdapat perusahaan label yang berperan untuk mengatur sang musisi memenuhi keinginan pasar. Label berperan mengatur jadwal on air-off air sang musisi serta memasarkan produk-produk musisi seperti kaset, CD, RBT , juga merchandise . Untuk membendung keinginan pasar karya dibuat sedekat mungkin dengan fenomena yang berkembang di masyarakat. Hingga tak jarang kebebasan berkarya dan ideologi musisi terkikis dengan kepen

Meludah Sembarangan Itu Menjijikan!

Gambar
Ketika berjalan kaki di trotoar kota, kita akan menemukan berbagai pemandangan manusia melakukan aktivitasnya. Mulai dari pedagang kaki lima yang melayani pembeli, kemudian lalu lalang orang menyebrang di jalur penyebrangan jalan, dan juga orang yang menunggu angkutan umum di halte. Bermacam-macam ekspresi bersatu menjadi seni kehidupan yang menarik untuk diamati. Namun ditengah perjalanan itu ada sesuatu yang menyita perhatian saya, beberapa kali saya temukan bekas ludah yang tercecer oleh pejalan kaki lainnya. Bahkan saya sempat memergoki seorang bapak-bapak membuang air liurnya dengan santai di trotoar. Kejadian ini bukan kali pertama, sebagai seorang komuter yang beraktifitas di kota besar. Saya juga sering menemukan bekas liur bahkan dahak di peron-peron stasiun kereta dan juga terminal. Saat itu saya mulai menyadari betapa mudahnya orang berperilaku seenaknya di tempat umum. Entah ini masalah etika ataupun kurangnya kesadaran kebersihan. Namun perilaku terseb

Melarikan Diri Dari Aksi 212

Gambar
November-Desember 2016 adalah bulan yang penuh dengan ketegangan di Indonesia. Aksi demo dan pertentangan akibat sebuah pidato oleh tokoh politik yang diduga menistakan agama di Kepulauan Seribu menjadi topik perbincangan dimana-mana. Pro-kontra topik tersebut menyebar ke seluruh kalangan hingga menjadi headline berita yang terus ditayangkan. Bosan dengan topik yang “itu-itu saja” saya berniat mencari destinasi wisata untuk melupakan kebisingan kota sejenak. Hal ini sekaligus ajang menyenangkan diri, karena saya baru saja menyelesaikan ujian tengah semester yang cukup menyita pikiran. Pada tanggal 2 Desember 2016 bertepatan dengan aksi demo di Monas, Jakarta, bersiaplah saya untuk berpergian menyenangkan diri. Kebetulan teman sewaktu SMA juga mengajak untuk berpelancong ke tempat wisata. Teman saya, Kadek merekomendasikan untuk pergi ke obyek wisata air terjun bernama Curug Ciherang di Jonggol, Kabupaten Bogor. Wuaah, saya sangat antusias. Tentunya ketertarikan ini dipengaruh