Egois

Kemudian inilah yang sedang berkecamuk dalam hati. Egois, sungguh aku membencinya. Tapi juga takut, takut terprovokasi olehnya dan juga takut menjadi bagian dari dirinya. Aku harus terus berkaca untuk menghindari dia, jika terlambat tolong tampar aku. Hingga aku benar benar sadar. Jangan sampai aku melakukan apa yang aku benci. Siapa yang ingin sebuah dua paham, ya tidak konsisten.


Dia sangat berbahaya. Menghancurkan, melukai, sebuah rasa ingin menang sendiri.
Oh aku benar-benar takut.

Mengenai jawaban akan kebencianku, seseorang menulis pemikirannya hingga membuatku berpikir kembali.

Wanita itu berkata:
“Konsep dasarnya adalah, hal yang paling menarik bagi seseorang adalah dirinya sendiri. Coba ingat ingat. Sebuah foto bersama didefinisikan bagus ketika muka kita sendiri tampak bagus bukan di dalamnya? Saat berfoto bersama, yang dicek pertama kali adalah muka kita sendiri bukan?


Jadi saat merasa orang lain egois, hanya mementingkan diri sendiri, tidak mempedulikan diri kita, ayolah, yakin pusat kehidupan kita bukan diri kita sendiri? Yuk berkaca. Memikirkan diri sendiri itu keniscayaan. Jangan manja selalu minta dipedulikan dan diperhatikan orang lain.

Yang berbeda, adalah orang yang tidak melakukannya secara berlebihan. Tau porsi dan konteksnya.” -Annisa Dwi Astuti


Lantas aku bertanya-tanya.
Aku atau kamu yang merasa mereka egois, apakah kita terjebak?
Apa kita hanya ingin diperhatikan lebih lagi? Apa kita hanya ingin sebuah kata seimbang?
Tidak mudah melihatnya.

Berkaca mungkin bisa menjawabnya.

Selly Melinda -11/01/2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meludah Sembarangan Itu Menjijikan!

Pebisnis Muda Mutiara Kamila, "From Minus to Surplus"

Tanggung jawab adalah harga diri