Realitas Media
Sumber: sabs.co.za |
Media
mengolah informasi dan menyajikan informasi/ pesan/ isi / simbol menurut
pandangan /visinya sendiri. Media membuat realitas dan menanamkan dikepala
publik bahwa apa yang mereka sampaikan adalah benar adanya. Hal tersebut
memunculkan pemahaman baru di masyarakat, masyarakat jadi menilai sesuatu hal
melalui kaca mata media. Padahal yang disampaikan belum tentu benar adanya, hal
ini cukup berdampak besar dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Allan G. Johson (1986) stereotype adalah keyakinan seseorang
dalam menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu yang cenderung negatif tentang
orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman tertentu. Masyarakat
yang belum memiliki pemahaman mengenai literasi media dan kurang tahu informasi
akan berprasangka dan membentuk citra atau stereotype
tertentu terhadap sesuatu hal berdasarkan pandangan media.
Bahayanya bila yang
ditampilkan adalah prasangka buruk, prasangka tersebut menjadi kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat, kemudian masyarakat bersikap dan berperilaku atas
kepercayaannya tersebut tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi, masyarakat akan
asal menilai orang berdasarkan sepenglihatannya saja dari media. Berikut ini
berbagai macam contoh representasi dari media yang dibentuk kepada khalayak:
Dalam
beberapa sinetron digambarkan orang berkebutuhan khusus (difable) dan orang yang
memiliki masalah kejiwaan adalah orang-orang yang tidak bisa berbuat apa-apa, tersisih
di masyarakat, tidak bisa bergaul dan beradaptasi, merugikan masyarakat, dan
keluarga yang memiliki anggota keluarga tersebut keluarga yang kurang beruntung
dan malu. Dalam contoh yang ekstrem media menggambarkan orang yang memiliki
masalah kejiwaan diejek dan dilempari batu.
Secara tidak langsung media
memberikan pemahaman kepada penontonnya untuk mengucilkan orang-orang tersebut.
Prasangka tersebut menyerang secara fisik, masyarakat di lingkungan bahkan
tanpa peduli pada permasalahan korban ikut menganggap bahwa orang yang
berkebutuhan khusus dan orang yang memiliki masalah kejiwaan adalah sama dengan
apa yang banyak ditampilkan di media.
Tentu dampaknya sangat besar bagi orang
yang distereotipkan contohnya seperti antipati, mengurung diri, depresi,
menyalahkan diri sendiri, menganggap diri tidak berguna. Padahal semestinya
orang berkebutuhan khusus (difable) dan orang yang memiliki masalah kejiwaan
diperlakukan sewajarnya seperti manusia biasa, diberi perhatian dan semangat,
bahwa kekurangannya bukan halangan untuk sembuh dan kembali melanjutkan hidup
seperti sedia kala.
Bentuk lain dari representasi media
menampilkan prasangka anti location yakni membicarakan orang lain secara
negatif. Contohnya stereotype mengenai orang Padang yang pelit, orang Madura
yang kasar dan identik dengan clurit, orang Medan yang keras, orang Jawa yang
penurut. Pada sebuah sitkom di Trans TV berjudul Suami Suami Takut Istri,
keluarga yang berasal dari Padang ditampilkan keluarga yang irit dan pelit,
tidak mau berbagi kepada tertangga, dan ingin menang sendiri. Hal tersebut menguatkan
stereotype yang berkembang di masyarakat mengenai orang Padang yang pelit dan
mencari untung besar padahal belum tentu benar adanya.
Contoh lainnya pada prasangka ini orang timur
tengah yang dianggap teroris diantaranya pada pemberitaan hilangnya pesawat Malaysia
Airline MH370 (8/3/2014) terdapat spekulasi pesawat ini dibajak oleh teroris,
menyusul adanya dua orang yang namanya muncul dalam daftar manifest penumpang
pesawat Malaysia Airline MH370 ternyata tidak di pesawat.
Namun keduanya
mengaku telah melaporkan paspor mereka dicuri. Dua nama penumpang itu adalah
Luigi Maraldi (37), warga Italia dan seorang warga negara Austria bernama
Christian Kozel. Belakangan diketahui kedua pencuri paspor tersebut yakni, Pouria
Nour Mohammad Mehran Mehdad (19) memegang paspor curian milik Christian Kozel
dan rekannya Delavar Seyed Mohammad Madreza (29) dipastikan sebagai pemegang
paspor curian milik Luigi Maraldi. Berbagai macam spekulasi jatuhnya pesawat Malaysia
Airline MH370 cukup ramai terdengar dan isu terorisme dalam hal ini cukup kuat
karena 2 penumpang menggunakan paspor curian dan yang mencuri paspor adalah
warga Timur Tengah.
Isu teroris ini masuk kedalam alur cerita
pada film Non-stop (2014) karya Stephen Bender mengenai pembajakan
pesawat, dan salah satu dokter dengan nama ketimuran dicurigai sebagai
pembajak.
Hal
lainnya yaitu bentuk prasangka yang membuat masyarakat menghindar, contohnya
mantan narapidana dan punkrock. Masyarakat beranggapan orang-orang seperti ini
patut dihindari karena membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketakutan
masyarakat banyak timbul dari penggambaran seorang punkrock identik dengan
kekerasan, pencurian, minuman keras dan lainnya. Padahal punkrock yang kita
temukan belum tentu benar ada niat jahat didalamnya, bisa saja punkrock adalah
bentuk ekspresi orang tersebut dalam menyukai gayanya.
Karena visualisasi dari
penayangan yang mengerikan terhadap punkrock, masyarakat jadi beranggapan
seperti itu juga. Kemudian mantan narapidana banyak juga diberi label orang
jahat dan pasti melakukan kejahatan kembali. Padahal pada realitanya seorang
narapidana bisa saja telah bertobat dan menyesali kesalahan di masa lampau yang
telah diperbuat kemudian mencoba menata kehidupan kembali. Stereotype orang
jahat yang akan kembali jahat ini menyulitkan para mantan narapidana membuka
lembaran baru dalam menghadapi hidup.
Tak
jarang prasangka menghasilkan sikap diskriminasi didalamnya. Contohnya
diskriminasi ras kulit putih dan kulit hitam. Pada film The Help (2011) arahan Tate Taylor yang diangkat
dari novel karangan Kathryn Stockett ini
menceritakan tentang berbagai macam diskriminasi yang diterima para pembantu
yakni orang kulit hitam oleh para majikannya yakni orang kulit putih.
Dalam film ini terdapat adegan majikan kulit putih membuatkan toilet khusus di rumah untuk pembantu-pembantu mereka yang berkulit hitam, karena mereka takut pembantu-pembantu tersebut akan menularkan suatu penyakit jika mereka menggunakan toilet yang sama dengan majikannya. Film ini menggambarkan stereotype dan diskriminasi yang dilakukan orang kulit putih ini mengenai orang kulit hitam yang dapat menularkan penyakit dsb. Tetapi pada akhirnya film ini ingin menyadarkan penontonnya bahwa apapun warna kulitnya, manusia itu sama.
Dalam film ini terdapat adegan majikan kulit putih membuatkan toilet khusus di rumah untuk pembantu-pembantu mereka yang berkulit hitam, karena mereka takut pembantu-pembantu tersebut akan menularkan suatu penyakit jika mereka menggunakan toilet yang sama dengan majikannya. Film ini menggambarkan stereotype dan diskriminasi yang dilakukan orang kulit putih ini mengenai orang kulit hitam yang dapat menularkan penyakit dsb. Tetapi pada akhirnya film ini ingin menyadarkan penontonnya bahwa apapun warna kulitnya, manusia itu sama.
Segala
permasalahan di lingkungan mengenai stereotype
banyak didasari oleh muatan media yang memberikan label dan pemahaman
terhadap sekelompok orang tertentu. Tentunya hal ini dapat dikurangi jika
creator creator media sadar betul akan dampak media dan masyarakat paham akan
literasi media. Serta tentunya sikap masyarakat yang open minded tidak langsung menilai begitu saja dan tidak asal
mengiyakan stereotype yang ada. Streotype ini menjadi permasalahan
sosial yang harus diperbaiki bersama dari segala bidang.
Ditulis oleh: Selly Melinda
Komentar
Posting Komentar