Meludah Sembarangan Itu Menjijikan!
Ketika berjalan kaki di trotoar kota, kita akan menemukan berbagai pemandangan manusia melakukan aktivitasnya. Mulai dari pedagang kaki lima yang melayani pembeli, kemudian lalu lalang orang menyebrang di jalur penyebrangan jalan, dan juga orang yang menunggu angkutan umum di halte. Bermacam-macam ekspresi bersatu menjadi seni kehidupan yang menarik untuk diamati.
Namun ditengah perjalanan
itu ada sesuatu yang menyita perhatian saya, beberapa kali saya temukan bekas
ludah yang tercecer oleh pejalan kaki lainnya. Bahkan saya sempat memergoki
seorang bapak-bapak membuang air liurnya dengan santai di trotoar.
Kejadian ini bukan kali
pertama, sebagai seorang komuter yang beraktifitas di kota besar. Saya juga sering
menemukan bekas liur bahkan dahak di peron-peron stasiun kereta dan juga
terminal.
Saat itu saya mulai
menyadari betapa mudahnya orang berperilaku seenaknya di tempat umum. Entah ini
masalah etika ataupun kurangnya kesadaran kebersihan. Namun perilaku tersebut
dengan santainya berkali-kali dilakukan banyak orang, dan terlihat biasa aja. Saya
sempat curiga, jangan jangan meludah di sembarang tempat dianggap lumrah saja.
Hal ini cukup
meresahkan, karena air liur dapat menjadi perantara penyebaran berbagai penyakit,
misalnya influenza, batuk, TBC (Tubercolosis),
bahkan hepatitis B. Jika orang meludah sembarangan mengenai orang lain,
kemungkinan untuk tertular penyakit cukup besar. Belum lagi jika liur
mengering, virusnya bisa terbang kemana-mana dan bisa berbahaya bila terhirup
oleh orang lain.
Selain membuat masalah
kesehatan, meludah di sembarang tempat dapat menjadi ciri masyarakat kurang
beradab. Minimnya rasa tenggang rasa dan menghormati orang lain menjadi salah
dua alasan yang melatar belakanginya.
Beberapa kota di negara
maju sudah membuat peraturan dilarang membuang ludah sembarangan. Dilansir
melalui BBC Indonesia, Dewan daerah
Waltham Forest, salah satu kawasan di London, mengenakan denda £80 (Rp1,2 juta)
bila ada yang tertangkap meludah atau kencing di jalan. Langkah itu
diambil sebagai bagian dari kampanye mengatasi pelanggaran lingkungan.
Singapura juga giat
mengkampanyekan dilarang meludah sembarangan sejak tahun 1980-an. Hingga kini
larangan tersebut masih berlaku serta dipatuhi warganya. Bagi pelanggar akan
dikenakan hukuman penjara hingga denda sebanyak 500 dollar Singapura.
Baru-baru ini kota Hangzhou,
di China juga menerapkan peraturan yang sama. Seperti dilansir Shanghaiist, mereka
yang berani meludah di sembarang tempat bakal dijerat denda sebesar CNY 200
atau USD 30 (sekitar Rp 405 ribu).
Mungkin urgensi
pelarangan meludah di sembarang tempat seperti kota-kota diatas ini belum
terlalu darurat di Indonesia. Namun ada baiknya himbauan untuk tidak meludah
sembarangan perlu digencarkan di tempat-tempat umum.
Opini ini ditulis oleh Selly Melinda
Jika Indonesia dapat
mengadopsi peraturan-peraturan tersebut tentu sangat bagus. Warga menjadi
disiplin dan lingkungan menjadi bersih. Tapi saya tidak mau muluk-muluk berharap. Masih banyak
permasalahan sikap yang perlu dibenahi.
Sebagai contoh, sulitnya
masyarakat mematuhi larangan buang sampah sembarangan atau ke buang sampah ke
sungai saja masih menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai.
Kesadaran lingkungan
yang minim, dan hilangnya norma kesopanan menjadi momok besar yang harus
dibenahi. Hal ini cukup sepele namun mencerminkan sikap masyarakat yang masih
apatis.
"Meludah pada dasarnya sebuah hak manusia, namun yang menjadi permasalahan adalah ketika kegiatan itu dilakukan di tempat umum dan mengganggu orang lain."
Opini ini ditulis oleh Selly Melinda
Komentar
Posting Komentar